Personal Stories
"HADIAH DARI TUHAN"
Dana Iswara C. Basri, 48 Tahun
Survivor (1 tahun)
Jakarta, Oktober 2013.
Kanker… kata ini tak pernah sekejap pun terpikir olehku. Aku memang rutin melakukan pemeriksaan rutin mammografi dan pap smear sekali setahun sejak umur 40, tetapi karena aku merasa hal ini bagus saja untuk medical record-ku. Jadi ketika di awal 2011 aku mulai merasa ada benjolan kecil sebesar jagung di payudara sebelah kiri, dan pada saat-saat tertentu ada rasa gatal yang terus- menerus di putting sbeelah kiri, aku tak serta-merta berpikir bahwa itu adalah gejala buruk, aku dengan ringan menganggap bahwa benjolan dan rasa gatal itu adalah tanda-tanda hormonal yang menandai periode menstruasi-ku setiap bulan.
Baru di awal Oktober 2011, ketika aku sedang berada di Singapura untuk mengantar gadis kecilku, Dinda, menonton konser aku merasa tidak tahu harus mengisi waktu dengan kegiatan apa, shopping bukan pilihan yang menarik hatiku pada saat itu, sehingga kuputar otak untuk menvari kesibukan, sementara anakku berjingkrak-jingkrak di arena konser. Tiba-tiba saja terlintas di benakku wajah dokter yang rutin melakukan pemeriksaan USG payudaraku setahun sekali di rumah sakit Mount Elizabeth, karena kesibukan yang cukup padat- dan perasaan sehat sehat saja- aku mengabaikan kunjungan rutinku selama 2 tahun.
Keputusanku untuk membuat janji konsultasi dengannya keesokan hari. Begitu masuk ke ruang prakteknya, akupun kena omelan karena lalai melakukan check-up selama 2 tahun. Dr Wee Siew Bock dengan teliti melakukan pemeriksaan USG, dan mengulang-ulang dalam waktu cukup lama, pemeriksaan di tempat adanya benjolan besar jagungku itu. Setelah selesai dan aku duduk di hadapannya, ia langsung berkata "I don't like what I've just seen in your left breast". Dengan gaya lugasnya ia menyampaikan bahwa ia mendektesi adanya sel kanker di payudara kiriku, dan Ia meminta aku segera untuk melakikan biopsy untuk memastikan kecurigaannya itu. Dalam keadaan shock, kutelepon suami untuk mengabarkan hal ini dan biopsi diputuskan dilakukan 2 minggu berselang.
Hasil biopsi mengonfirmasi kecurigaan Dr Wee Bock, yaitu aku mengidap Kanker Payudara stadium 1, yakni sel kanker yang ada di payudaraku berdiameter 0,7 cn, berjenis esterogen-receptor positive, bersifat agresif dan berpotensi untuk tumbuh cepat dan menyebar melalui peredaran darah dan saluran getah bening. Dengan kata lain, kankerku bersifat ganas meski masih stadium 1. Dokterku menyarankan aku menjalani operasi mastektomi radikal, yang artinya pengangkatan seluruh payudara kiri dengan menyisakan areola atau putting, karena penyebaran sel kanker Alhamdulillah belum sampai ke sana.
Operasi pengangkatan payudara dan beberapa lymph nodes atau sel getah bening dibawah ketiak dilakukan pada 24 November 2011 selama 7 jam lebih, berjalan lancer dan memastikan tidak adanya penyebaran sel kanker ke getah bening. Aku tinggal selama dua malam di rumah sakit dan setelahnya selama 2 minggu di Singapura. Dalam keadaan perih akibat luka bekas operasi, aku merasa amat bersyukur karena Knakerku terdeteksi di awal pertumbuhannya dan masih di stadium amat dini. Aku merasa operasi itu adalah tindakan tepat untuk menyelamatkan jiwaku dan memperpanjang umurku, tidak sekadar sebuah tindakan pengangkatan sel kanker. Akupun bersyukur Dr Wee adalah dokter yang berpengalaman dan melakukan penyelamatan yang terbaik untukku.
Dua bulan berselang, aku mulai menjalani terapu kemoterapi sebanyak 4 siklus. Di periode inilah aku merasa benar-benar mengalami ujian, baik itu ujian kesabaran, keimananku kepada Yang Maha Kuasa, dan tekadku untuk sembuh. Tak ada yang benar rasanya selama hari-hari panjang kemoterapi: sakit kepala,mual, lambung bak dipelintir dan disayat-sayat serta seluruh tulangterasa ngilu. Belum lagi rasa metal di langit-langit dan lidah yang membuatku mengeluarkan semua makanan yang kucoba masukkan ke mulut. Sampai di awal sesi ketida kemoterapi, aku hamper tak sanggup untuk meneruskan terapi ini. Rambutku sudah habis, plontos, wajahku semakin tirus dan pucat dan rasa metal di mulut yang tak kunjung hilang. Benar-benar menjadikan aku manusia yang tak ingin bertemu siapa-siapa dan tak punya keinginan apa-apa. Pada saat-saat sulit itu, suami, anak-anak, ibu, kakak-adikku mencurahkan kasih saying dan perhatian yang tak habis-habisnya serta mendorong semangatku agar bertahan dan menyelesaikan seluruh siklus kemo itu. Meski kutahu mereka mengatakan itu dengan niat baik tapi dlama hati aku menjerit : "alangkah mudahnya berkata dan menyemangati aku, tapi cobalah menjalani apa yang aku alami ini!"
Hari-hari kuhabiskan di kamar sambil merasakan efek-efek kemoterapi di sekujur tubuh. Seluruh kegiatan kuhentikan, meski aku tahu beberapa pasien kanker lain tetap beraktivitas selama menjalani kemoterapi. Untunglah aku tidak pernah menyalahkan Tuhan atas cobaaNya ini dan aku tidak pernah berfikir buruk, seperti misalnya "kenapa aku yang sakit Tuhan, bukan si Anu yang kikir?..."
Setelah melalui masa muram seperti itu selama tiga bulan, pada suatu pagi, ketika rumah sepi dam aku sedang duduk menyiapkan dokumen-dokumen medisku untuk siklus kemo yang ketiga, terdengar suara ornag mengaji dan loudspeaker masjid. Suara qori itu lirih dan merdu melantunkan ayat-ayat Al Qur’an, membuatku ingin terus mendengarkan sehingga kuhentikan kegiatanku. Saat suara qori lembut mengalun, tiba-tiba wajah almarhum ayahku tercinta berkelebat dalam beankku, terseyum dan seakan-akan mengalirkan energy dan semangat untuk tidak putus asa. Hatiku bungah karena “perjumpaan” dengan ayah tercinta dan energy positif yang kudapat darinya. Aku langsung mengambil air wudhu dan shalat dua rakaat. Aku ingin berterimakasih kepada Tuhan karena Ia menyadarkan aku akan banyak hal lewat penyakit ini.Di sekitarku banyak yang menderikata karena kanker stadium lanjut dan sudah menyebar ke mana-mana, juga berhenti berobat karena kondisi keuangan yang kurang baik, sementara aku "hanya" disentilNya dengan kanker stadium1 tanpa harus menjalani terapi panjang. Untukku ini adalah hadiah dari Tuhan karena Ia sayang padaku.
Sejak saat itu, aku tak putud bersyukur kepada Tuhan, meski dalam keadaan mual, kepala berputar atau lemas, aku mendekatkan diri kepadaNya dalam sholat meski dnegan posisi duduk atau terkadang tidur. Yang kutekadkan dalam hati adalah tiga hal; pertama, aku harus terus hidup dan sehat kembali untuk anak-anak dan suamiku, kedua membantu orang-orang yang terdeteksi Kanker, dan ketiga, aku ingin hadir diacara wisuda anak-anaku, dan dihari pernikahan mereka serta melihat cucuku lahir ke dunia. Semoga...